BERITABRANTAS.CO.ID – Hari Selasa, 5 Agustus 2025, tercatat sebagai hari terpendek sepanjang tahun, dengan durasi yang lebih singkat sekitar 1,25 milidetik dibandingkan panjang hari normal selama 24 jam.
Hal itu terungkap dalam laporan Space dan sejumlah kajian ilmiah yang melacak perubahan rotasi Bumi menggunakan jam atom presisi tinggi.
Meskipun perbedaan waktu ini tidak dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, para ilmuwan menilai percepatan rotasi Bumi sebagai gejala yang signifikan terhadap sistem sinkronisasi global seperti komputer, sistem navigasi GPS, hingga jaringan perbankan dan listrik.
“Karena kita berbicara tentang satu milidetik, itu bukan sesuatu yang akan Anda sadari,” ujar Duncan Agnew, ahli geofisika dari Scripps Institution of Oceanography, University of California San Diego, dikutip dari Washington Post, Senin (4/8/2025).
Fenomena ini terjadi karena posisi Bulan yang berada pada titik terjauh dari khatulistiwa, sehingga tarikan gravitasinya terhadap Bumi melemah.
Dalam kondisi tersebut, Bumi cenderung berputar lebih cepat. Pada posisi sebaliknya, yakni saat Bulan sejajar dengan khatulistiwa, rotasi Bumi justru cenderung melambat akibat tarikan pasang surut yang lebih kuat.
Menurut para ilmuwan, jika percepatan rotasi terus terjadi dalam jangka panjang, kemungkinan besar akan dilakukan penyesuaian waktu dengan mengurangi satu detik dari jam atom pada tahun 2029. Proses tersebut dikenal sebagai detik kabisat negatif, langkah langka dalam dunia ilmu waktu dan astronomi.
Selain tarikan gravitasi Bulan, perubahan rotasi Bumi juga dipengaruhi faktor lain seperti dinamika atmosfer, pergerakan inti Bumi, dan redistribusi massa akibat mencairnya es di kutub. Namun, percepatan rotasi yang terjadi saat ini justru bertolak belakang dengan prediksi sebelumnya.
“Secara teori, pencairan es kutub seharusnya memperlambat rotasi karena distribusi massa bergerak menjauh dari pusat gravitasi. Tapi yang terjadi justru sebaliknya,” tulis laporan ilmiah yang dikutip dari LiveScience.
Beberapa peneliti menduga gerakan inti Bumi yang lebih cepat bisa menjadi penyebab utama, meskipun belum ada bukti yang sepenuhnya mendukung teori tersebut.
“Kami belum memiliki jawaban pasti, tetapi fenomena ini menunjukkan betapa kompleks dan dinamisnya sistem planet yang kita huni,” demikian pernyataan tim peneliti.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa waktu bukanlah sesuatu yang sepenuhnya tetap, melainkan dapat berubah seiring dinamika alam semesta yang masih terus diteliti dan dipahami oleh sains modern. (*)