SUBANG,- Para petani di Desa Manyingsal Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang, Jawa Barat, mengajukan pemblokiran Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) PG Rajawali ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Subang dengan nomer berkas permohonan 80409/2024, Rabu (24/7/2024).

Petani menilai, terbitnya SHGU PG Rajawali diduga cacat administrasi, dan petani merasa lebih berhak atas hak guna usaha di lahan eks PTPN VIII yang ada di Desa Manyingsal. Permohonan pemblokiran SHGU PG Rajawali itu dilakukan oleh dua ormas petani, Perkumpulan Petani Penggarap Sejahtera Tani Lestari (P3STL) yang didampingi Serikat Pekerja Tani Karawang (Sepetak).

“Pengajuan pemblokiran SHGU PG Rajawali bertujuan mengungkap keabsahan penguasaan tanah negara eks HGU PTPN VIII di Desa Manyingsal. Kami menilai ada dugaan cacat administrasi dan sarat kepentingan dalam penerbitan SHGU PG Rajawali, sebab di lokasi eksisting lahan itu sudah digarap oleh petani sejak tahun 2004,” tutur Sekretaris Jendral Sepetak Engkos Kosasih.

Dijelaskan lebih lanjut, setelah mengajukan pemblokiran SHGU PG Rajawali, BPN Subang berkewajiban melakukan kajian terhadap penerbitan SHGU tersebut dengan membuka dokumen berupa warkah dan buku tanah.
Untuk diketahui, warkah adalah dokumen yang merupakan alat pembuktian data fisik dan data yuridis bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran bidang tanah. Sedangkan buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.

“Saat ini kami akan menunggu hasil kajian BPN Subang sampai hari Jumat (26/7). Bila SHGU tersebut disetujui diblokir BPN untuk selanjutnya disampaikan informasi kebenaran perolehan hak atas tanahnya secara detail. Tapi apabila permohonan pemblokiran kami tidak dapat diproses karena alasan tidak ada buku tanah dan warkah, artinya lahan itu berstatus tanah negara eks HGU PTPN VIII, dan bukan berstatus SHGU PG Rajawali. Dengan itu, tanah tersebut harus segera diredistribusi kepada para petani penggarap,” katanya.

Engkos menegaskan disinilah pentingnya peran pengawasan oleh BPN terhadap setiap perusahaan pemegang HGU. Pada aspek legal terdapat dua hal penting mengenai posisi petani yang menggarap. Pertama keabsahan cara perolehan hak atas tanah oleh pemegang HGU, kedua tanggungjawab sebagai penerima HGU.

“Jika pun PG Rajawali selaku pemegang hak yang sah secara hukum namun melakukan hal-hal yang bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan dengan merujuk pada PP No.18 tahun 2021 dan Permen ATR/BPN No.18 tahun 2021 mengenai larangan yang dilanggar dan kewajiban yang tidak dipenuhi pemegang HGU, maka HGU itu bisa dibatalkan,” jelasnya.

Sementara itu, ketua P3STL Rudi Hartono mengatakan, pihaknya menyayangkan komitmen BPN Subang yang gagal menggelar rapat dengar pendapat dengan para petani.

“Harusnya Rabu kemarin kita gelar mediasi, tapi karena alasan ada acara tugas kantor di luar kota, seluruh pejabat BPN Subang tidak ada yang dapat menemui para petani Manyingsal. Kami sangat kecewa, ini menyangkut hajat hidup orang banyak, kalah oleh acara seremonial,” sebut Rudi.

Rudi Hartono yang akrab dipanggil Asep Jebrod mengatakan bahwa ATR/BPN Subang tidak bisa menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik terutama dalam hal penanganan konflik agraria.

“Mengingat dalam konflik ini PT PG Rajawali sudah seringkali menyengsarakan para petani, maka pihak-pihak yang berkompeten dalam penanganan konflik seperti BPN seharusnya bertindak secara aktif dan efektif,” kata Asep.

Asep mengaku kecewa dengan sikap BPN yang diduga menjadi pemicu konflik karena menerbitkan SHGU PT PG Rajawali pada tahun 2004. Sedang menurut Asep Masyarakat menggarap lahan tersebut karena dalam keadaan terlantar secara fisik dan berstatus tanah Negara ex HGU PTPN VIII yang masa pemberian haknya berakhir tahun 2002.

“BPN mengaku berdasarkan data administrasi yang ada di kantornya terdapat lahan ex HGU PTPN VIII melalui pemberian hak dengan nomor SK 15/HGU/DA/78 seluas 1.680 hektar didesa Manyingsal, tapi anehnya BPN menerbitkan SHGU PG Rajawali pada tahun 2004 di desa Manyingsal berasal dari SK perpanjangan hak nomor 30/HGU/BPN/2004,” timpal Asep. (TGH)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini